I.
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
A. PENGERTIAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah
fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium kavun uteri. Hampir Di 90%
kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami
abortus atau ruptura apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.Istilah kehamilan ektopik
terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan
tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan
keadaan umum pasien.
B. ETIOLOGI
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan
ada pula yang tidak, atau belum diketahui. Ada beberapa faktor penyebab kehamilan
ektopik
Faktor uterus:
1) Tumor rahim yang menekan tuba
2)
Uterus hipoplastis ( uterus yang tidak berfungsi dengan
baik )
Faktor tuba
1)
Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
2)
Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
3)
Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba
4)
Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
5)
Endometriosis tuba
6)
Tumor lain menekan tuba
Faktor ovum
1)
Migrasi eksterna dari ovum
2)
Perlekatan membrana granulosa
3)
Migrasi internal ovum
C. PATOFISIOLOGI
Prinsip
patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi
dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam
tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1) Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya
darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus
tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian
masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh
tekanan dari dinding tuba.
2) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga
peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
3)
Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Ruptur
dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam
rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.
D. MANIFESTASI KLINIK
1) Subjektif
Sebagian besar pasien
merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan perdarahan per vaginam.
Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi secara
tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba
tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya
nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan
merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal
dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya
perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi
tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya
hamil, atau menyangka
dirinya hamil normal,
atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan
iritasi diafragma oleh hemoperitoneum.
2)
Objektif
Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan
umum yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dibawah 80/100 mmhg dan
frekuensi nadi meningkat diatas 100 x/menit. Darah yang masuk ke dalam rongga
abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda
rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense
musculaire). Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai
tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah
uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan
nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di samping itu dapat ditemukan
tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.
E.
DIAGNOSIS
Walaupun
diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat:
1)
Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat
terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau
ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum
2)
Pemeriksaan fisis
a.
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor
di daerah adneksa.
b.
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang
dalam keadaan umum yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi
nadi meningkat. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang
peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal
(nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila perdarahan
berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien.
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya
hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan
(nyeri goyang porsio). Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan,
seperti pembesaran uterus.
c.
Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan
dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
3)
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan
jumlah sel darah merah dapat meningkat.
b.
USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya
kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya
massa komplek di rongga panggul
c.
Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah dalam kavum Douglas ada darah.
d.
Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
e.
Ultrasonografi
berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
F.
DIAGNOSIS BANDING
Menurut
Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
1)
Abortus imminens
2)
Penyakit radang panggul (akut / kronik)
3)
Torsi kista ovaril
G. PENATALAKSANAAN ATAU
PENANGANAN
1)
Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk
tindakan operatif gawat darurat.
2)
Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk
melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan.
3)
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi
cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit
pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
4)
Bila darah pengganti belum tersedia, berikan
autotransfusion berikut ini
a). Pastikan darah yang
dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung
yang steril
b). Saring darah yang tertampung
dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila
kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru
terpakai dan bersih) dengan
c). Transfusikan darah
melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
5)
Tindakan dapat berupa :
a). Parsial salpingektomi
yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
b). Salpingostomi (hanya
dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu
yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba
kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah
kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
6)
Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan
fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya
pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
7)
Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan:
a). Ketoprofen 100 mg
supositoria.
b). Tramadol 200 mg IV.
c). Pethidin 50 mg IV
(siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
8)
Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
9)
Konseling pasca tindakan
a). Kulanjutan fungsi
reproduksi.
b). Resiko hamil ektopik
ulangan.
c). Kontrasepsi yang
sesuai.
d). Asuhan mandiri selama
dirumah.
e). Jadwal kunjungan ulang.
II. ABORTUS
A. PENGERTIAN
Abortus atau keguguran
adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
Pengertian
abortus (pengguguran kandungan) menurut hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat usia
kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan
tersebut lahir bayi hidup atau mati (Yurisprudensi Hoge qaad HR 12 April 1898).
Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan,
kandungan tersebut mash hidup (HR 1 November 1897, HR 12 April 1898). Abortus adalah
keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai
usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones,
2002).
B. ETIOLOGI
Keguguran atau abortus
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
1)
Kelainan ovum.
Ovum yang
tidak sempurna dan perkenbangan nya tidak baik dan terdapat degenerasi hidatit
villi.
2)
Kelainan genitalia ibu.
Misalnya
pada ibu yang menderita :
·
Anomali kongenital ( hipoplasia uteri,uterus bikornis,dll )
·
Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri
fiksata
·
Uterus terlalu cepat terenggang
·
Distorsio uterus, misalya karena terdorong oleh tumor
pelvis.
3)
Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu
penyakit, atau kelainan pembentukan plasenta.
4)
Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai
demam tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami
kekurangan vitamin berat, dll.
5)
Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.
C. KLASIFIKASI
Abortus dibagi menjadi
atas dua golongan yaitu
1.
Abortus spontan
Abortus
yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktor –faktor alamiah.
1)
Abortus Iminens
Ditandai
dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin
mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi
atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi
serviks) dan kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
2)
Abortus Insipiens
Terjadi
perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang
sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks
tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim. Kondisi ini menunjukan proses
abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau
komplit.
3)
Abortus Inkomplet
Terjadi
pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri melalui kanalis servikalis
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di
dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat
diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan,
sehingga harus dikuret.
4)
Abortus komplit
Pada
abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri sehingga
rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk.
Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita
yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali
jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa
jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
5)
Missed abortion
Keadaan
dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan
selama 2 bulan atau lebih Janin yang sudah meninggal dapat keluar dengan
sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah janin tersebut meninggal, dapat pula
diresorbsi kembali sehingga hilang, dapat mengering dan menipis yang disebut fetus papyraceus dapat pula menjadi mola
karnosa dimana janin yang sudah meninggal akan mengalami degenerasi dan air
ketubannya diresorbsi setelah 1 minggu.
Gejala yang
dijumpai adalh amenore, perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada
permulaannya, selama observasi fundus tidak bertambah tinggi bahkan tambah
tendah, gejala kehamilan menghilang, pada pemeriksaan dalam servik tertutup dan
ada darah sedikit.
6)
Abortus habitualis
Keadaan
dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
2.
Abortus Provakatus
Abortus
yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat. Abortus provakatus
dibagi menjadi dua yaitu:
1)
Abortus medisinalis yaitu abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indiksi medis).
2)
Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
D. PENANGANAN
1.
penilaian awal
untuk
penanganan yang memadai, perludilakukan penilaian dari :
·
keadaan umum pasien
·
tanda – tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan,
tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 112 x/ menit)
·
bila syok disertai dengan masa lunak diadneksa, nyeri perut
bawah, adanya cairan bebas dalam kavum pelvis (kemungkinan KET)
·
tanda – tanda infeksi atau sepsis
2.
penanganan spesifik
1)
abortus imminens
·
tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring
secara total
·
anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas secara berlebihan
/ melakukan hubungan seksual
·
bila perdarahan:
Ø berhenti: lakukan
asuhan antenatal terjadual dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi
Ø terus berlangsung:
nilai kondisi janin (USG)
2)
abortus insipiens
·
lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
bila
gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan aspirasi vakum manual
setelah bagian – bagian janin dikeluarkan.
Bila usia
gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi dan kuretase
·
bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan / usia
gestasi lebih besar dari 16 minggu lakukan
-
infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml RL mulai dengan 8
tetes/ menit yang dapat dinaikan hingga 40 tetes/ menit, sesuai dengan kondisi
kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi
-
ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
-
misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan
dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
·
Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat
dikeluarkan dengan AVM atau dilatasi dan kuretase.
3)
Abortus inkomplit
·
Tentukan besar uterus (taksiran usia gestasi), kenali dan
atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/ sepsis)
·
Hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran
sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi
perdarahan:
-
Bila perdarahan berhenti: beri ergometrin 0,2 mg IM/
misoprostol 400 mg peroral
-
Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil
konsepsi dengan AVM atau D&K (sesuai usia gestasi, pembukaan serviks dan
keberadaan bagian janin)
·
Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik
profilaksis
·
Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 g dan metronidazol
500 mg setiap 8 jam
·
Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16
minggu segera lakukan evakuasi dengan AVM ( Aspirasi Vakum Manual )
·
Bila pasientampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per
hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat)
4)
Abortus komplit
·
Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet
ergometrin 3x1 tablet/ hari untuk 3 hari
·
Apabila pasien mengalami anemia sedang, anjurkan Fe 600
mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi
·
Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi perlu diberi
antibiotik, atau apabila kawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik
profikaksis.
5)
Missed Abortion
Berikan
obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat
dikeluarkan, jika tidak berhasil dapat dilakukan histerotomia anterior.
Hendaknya pada penderita juga diberikan tonika dan antibiotik.
6)
Abortus Habitualis
Pengobatan
pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada sesudahnya
E. KOMPLIKASI ABORTUS
1)
Perdarahan
2)
Perforasi yaitu sering terjadi sewaktu dilatasi dan
kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun
3)
Infeksi dan tetanus
4)
Ginjal akut
5)
Syok
III. MOLA HIDATIDOSA
A. PENGERTIAN
Mola hidatidasa yaitu
suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik
B. ETIOLOGI
Mola hidatidosa berasal
dari plasenta atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal
kehamilan, massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak
terkendali, sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola
belum diketahui.
Penyebab yang paling mungkin
adalah kelainan pada sel telur, rahim atau kekurangan gizi, resiko yang lebih
tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40
tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah status sosial-ekonomi yang rendah, diet
rendah protein, asam folat dan karotin.
C. GEJALA
Gejalanya bisa berupa:
·
Perdarahan dari vagina pada wanita hamil (trimester I)
·
Mual dan muntah berat
·
Pembesaran perut melebihi usia kehamilan
·
Gejala-gejala hipertiroidisme ditemukan pada 10% kasus
(denyut jantung yang cepat, gelisah, cemas, tidak tahan panas, penurunan berat
badan yang tidak diketahui penyebabnya, tinja encer, tangan gemetar, kulit
lebih hangat dan basah)
·
Gejala-gejala pre-eklamsi yang terjadi pada trimester I
atau awal trimester II (tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki-pergelangan
kaki-tungkai, proteinuria).
D. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan
panggul akan ditemukan tanda-tanda yang menyerupai kehamilan normal tetapi
ukuran rahim abnormal dan terjadi perdarahan.
Tinggi fundus rahim
tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak terdengar denyut jantung bayi.
Pemeriksaan yang biasa
dilakukan adalah:
Serum HCG untuk
memastikan kehamilan, lalu HCG serial (diulang pada interval waktu tertentu)
USG panggul
Rontgen dada dan CT
scan/MRI perut.
E. PENGOBATAN
Mola harus dibuang
seluruhnya, biasanya jika tidak terjadi aborsi spontan dan diagnosisnya sudah
pasti, dilakukan aborsi terapeutik melalui prosedur dilatasi & kuretase.
Setelah prosedur
tersebut, dilakukan pengukuran kadar HCG untuk mengetahui apakah seluruh mola
telah terbuang.
Jika seluruh mola telah
terbuang, maka dalam waktu 8 minggu kadar HCG akan kembali normal.
Wanita yang pernah
menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu dalam waktu 1 tahun
dan dianjurkan kontrasepsi pil.
2-3% kasus mola bisa
berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma).
Pada koriokarsinoma
diberikan kemoterapi yaitu metotreksat, daktinomisin atau kombinasi kedua obat
tersebut.
Jadwal pemeriksaa ulang
selama 2-3 tahun :
·
Setiap minggu pada tiwulan pertama
·
Setiap 2 minggu pada triwulan kedua
·
Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
·
Setiap 2 bulan pada tahun
berikutnya dan selanjutnya setiap 3 bulan
F.
KOMPLIKASI
Bisa disertai
preeklampsia pada usia kehamilan yang lebih muda
Tirotoksikosis,
prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis tiroid
Emboli sel trofoblas ke
paru
Sering disertai kista
lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista menghilang jika mola sudah
dievakuasi
Mola dengan kista
lutein mempunyai resiko 4x lebih besar berdegenerasi
ASUHAN KEBIDANAN DENGAN
MOLA HIDATIDOSA
1.
Pengumpulan
Data
A. Pengkajian
Pada pengkajian masalah pertama
yang dikaji adalah masalah identitas karena didalam identitas yang terkait
dengan kasus mola adalah umur karena kasus mola banyak terjadi pada usia <
20 - > 40 tahun hal ini sesuai dengan buku kapita selekta kedokteran edisi
ketiga tahun 2001 jilid 1.
Pada kasus mola keluhan utama
yang biasanya dirasakan pada klien adalah mual muntah yang berlebihan kadang
kala ada tanda toksemia gravidarum,terdapat perdarahan yang sedikit hingga
banyak serta tidak teratur dan kadar HCG meningkat hal ini sesuai dengan teori
Prof.Dr.Rustam Mochtar,MPH pada buku sinopsis Obstetri edisi kedua.
Pada riwayat hidup dan riwayat
lainnya pada kasus mola ini hampir sama dengan penyakit atau kasus lainya
sedangkan pada riwayat kehamilan sekarang terjadi pembesaran uterus yang
abnormal,pembesaran perut tidak sesuai dengan usia kehamilan serta perdarahan
yang tidak teratur hal ini sesuai dengan teori Prof.Dr.Rustam Mochtar.MPH pada
buku sinopsis obstetri edisi kedua
B. Pemeriksaan
Keadaan umum pada kehamilan
mola hidatidosa pada dasarnya masih dalam keadaan normal.untuk pemeriksaan
fisiknya inpeksi muka kelihatan pucat kekuningan pada palpasi uterus membesar
tidak sesuai dengan tuanya kehamilan,tidak teraba bagian janin dan balothemen
dan fundus uteri turun.pada auskultasi tidak terdengar DJJ,pada pemeriksaan
dalam rahim terasa lembek dan tidak ada bagian – bagian janin.
pada pemeriksaan laboraturium
USG akan kelihatan bayangan dan tidak terlihat janin hal ini sesuai dengan teori Prof.Dr.Rustam Mochtar.MPH pada buku
sinopsis obstetri edisi kedua.
2.
Interprestasi
data dasar
Pada data subyetif klien mendapatkan gejala – gejala pada
kehamilan muda adanya mual muntah yang berlebihan serta adanya perdarahan
sedikit hingga banyak dan tidak teratur. pada data objektif palpasi tidak
teraba bagian janin dan DJJ negatif, perut bagian bawah sedikit mengembung dan
tegang, pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan hal ini sesuai
dengan teori Prof.Dr.Rustam Mochtar.MPH
pada buku sinopsis obstetri edisi kedua.
3.
Diagnosa
dan masalah potensial
Adanya diagnosa banding,terjadi
kehamilan dengan mioma,abortus,hidramniaon dan gemeli hal ini sesuai dengan
buku kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1
4.
Identifikasi
kebutuhan terhadap tindakan
Rujuk pasien dan kolaborasi
dengan dokter
5.
Rencana
Jika kehamilan mola telah
ditegakan,melakukan evakuasi uterus.jika dibutuhkan dilatasi servik gunakan
blok paraservikal kemudian melakukan pengosongan dengan AVM yang lebih aman
dari kuretase tajam,jika sumber vakum adalah tabung manual maka siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian setelah
semuanya selesai segera melakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V(
NaCL atau Ringer Laktat ).Kemudian kenali dan tangani komplikai penyerta
seperti tiritoksikosis atau krisis tiroid baik sebelum,selama dan setelah
evakuasi, jika anemia sedang pasien mengalami anemia sedang cukup diberikan
sulfas fosus 600 mg perhari,untuk anemia berat lakukan tranfusi darah.jika
kadar HCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan kearah ganas,pertimbangkan untuk memberikan methotrexate ( MTX ) 3-5
mg/kg BB atau 25 mg IM dosis tunggal kemudian lakukan pemantauan kadar HCG
minimal 1 tahun pasca evakuasi dan selama pemantauan pasien dianjurkan untuk
menggunakan kontraepsi hormonal ( jika masih ingin memiliki anak ) jika tidak
maka dianjurkan untuk melakukan tubektomi. Hal ini sesuai dengan rencana dan
penanganan awal mola di buku paduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal tahun 2002 dan buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal YBP-SP 2002.
6.
Pelaksanaan
Pelaksanaan sesuai dengan
perencanaan
7.
Evaluasi
Ibu tetap melakukan pemeriksaan
ulang atau follow up selama 2-3 tahun dan tidak hamil dulu selama 1 tahun
selama masih dalam pengobatan.dan ibu mau memakai kontrasepsi hormonal selama
masih dalam pengobatan
ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
1. Pengumpulan Data
A. Anamnesa
Pada
pengkajian masalah pertama yang dikaji adalah masalah identitas karena didalam
identitas yang terkait dengan kasus KET adalah umur karena kasus KET banyak terjadi pada wanita dengan usia kurang
lebih 30 tahun hal ini sesuai dengan buku ilmu kebidanan edisi kedua Hal.
323-334.
Pada
kasus KET keluhan utama yang biasa dirasakan klien adalah seperti halnya kehamilan
normal biasanya yaitu amenore, ibu juga merasakan nyeri pada perut, bahkan klie
dapat terjadi syok,klien juga mengalami perdarahan yang berulang dengan warna
darah hitam, selain itu pasien juga merasakan nyeri bahu dan leher karena
iritasi diagframa hal ini sesuai dengan
buku obstetri patologi universitas padjajaran 1984.
Pada
riwayat hidup dan riwayat lainnya kasus KET sama degan yang lainnya, sedangkan
pada riwayat kehamilan sekarang uterus membesar karena pengaruh hormon estrogen
dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan
Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa
trofoblas. Hal ini sesuai dengan Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
2002.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan pada kasus
KET pada dasarnya masih dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan fisik infeksi
Penderita tampak kesakitan dan pucat, saat palpasi terdapat nyri tekan karena
uterus yang tegang, pada pemeriksaan ginekologi pergerakan serviks menyebabkan
rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan
kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan, Pemeriksaan
ultra sonografi Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis
pastinya ialah apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam
nya tampak denyut jantung janin.
Pada pemeriksaan
laboratorium pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama ada tanda perdarahan
dalam ronggan perut. Hal ini sesuai dengan buku pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal 2002.
2. Interpretasi Data
Pada data
subyetif klien mendapatkan gejala –
gejala pada kehamilan muda adanya nyeri perut serta adanya perdarahan yang
kontinue dan berwarna hitam. Pada data objektif palpasi ada nyeri tekan karena
uterus yang tegang dan DJJ positif, ada pembesaran uterus hal ini sesuai dengan
teori Sarwono Prawirohardjo, pada buku pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal 2002.
3. Diagnosa
dan masalah potensial
Adanya
diagnosa banding pada KET dapat terjadi
abortus Abortus imminens, Penyakit radang panggul (akut / kronik), torsi kista
ovaril, hal ini sesuai dengan Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
4. Identifikasi kebutuhan terhadap tindakan
Rujuk
pasien dan kolaborasi denngan dokter Sp. OG
5. Perencanaan
Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan tindakan operatif gawat
darurat. Darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif
karena sumber perdarahan harus dihentikan. Upaya stabilisasi dilakukan dengan
segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml
dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama
tindakan berlangsung). Tindakan dapat berupa: Parsial salpingektomi yaitu
melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.Salpingostomi
(hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah
satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba
kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah
kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
Mengingat
kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di
sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik
kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas. Untuk kendali nyeri pasca
tindakan dapat diberikan: Ketoprofen 100 mg supositoria. Tramadol 200 mg
IV.) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti
dotum terhadap reaksi hipersensitivitas). Atasi anemia dengan tablet besi (SF)
600 mg per hari. Konseling pasca tindakan seperti Kulanjutan fungsi
reproduksi. Resiko hamil ektopik ulangan. Kontrasepsi yang sesuai. Asuhan
mandiri selama dirumah. Jadwal kunjungan ulang. Hal ini berdasarkan Sarwono
Prawirohardjo, dalam buku Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal tahun 2002.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG
yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan
pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau
dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit. Hal ini berdasarkan buku Ilmu Kandungan
Edisi kedua, 1999.
6. Pelaksanaan
Sesuai
dengan perencanaan
7. Evaluasi
Sesuai
dengan pelaksanaan
ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN DENGAN ABORTUS
1. Pengumpulan Data
A. Pengkajian
Pada kasus abortus
keluhan yang biasanya dirasakan adalah perdarahan pada kehamilan muda yang
biasanya kehamilan kurang dari 20 minggu dan biasanya disertai dengan nyeri
atau tidak, kadang juga klien juga merasakan ada jaringan yang keluar dari
kemaluannya. Pada riwayat kehamilan sebelumnya juga kadang pasien mengatakan
bahwa pernah mengalami abortus dan jika terjadi lebih dari tiga kali
berturut-turut dinakan abortus habitualis. Pada kasus missed abortion gejalanya
yaitu pasien mengalami perdarahan sedikit-sedikit dan gejala kehamilan hilang.
Hal ini sesuai dengan buku sinopsis obstetri jilid 1.
B. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan kasus
abortus terdapat perdarahan pervaginam, pada pemeriksaan servik kasus abortus
iminen servik masih menutup, namun pada kasus abortus yang lain servik sudah
terjadi dilatasi atau penipisan. Pada kasus abortus inkoplit sebagian jaringan
sudah keluaran dan tejadi perdarahan
terus menerus, sedangkan pada kasus abortus komlit seluruh jaringan sudah
keluar dan rongga rahim kosong. Dan pada kasus abortus iminen servik sudah
membuka namun dan fetus masih berada dirongga perut. Hal ini berdasarkan buku
sinopsis obstetri jilis 1.
2. Interpretasi Data Dasar
Pada data
subjektif klien menapatkan keluhan seperti kehamilan normal dan merasakan
perdarahan pervaginam dan pada kasus abortus ada yang merasakan nyeri dan ada
yang tidak tergantung jenis dari abortus tersebut. Pada pemeriksaan didapatkan
data objektif servik membuka dan ada jariangan yang sudah keluar keseluruan ,
keluar sebagian bahkan belum keluar sama sekali jaringan dari rongga perut. Hal
ini sesuai dengan teori Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH.
3. Diagnosa Potensial
Adanya di
antarabanding dari abortus antara lain
Perdarahan,Perforasi, Infeksi dan tetanus, Ginjal akut, Syok. buku
kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1
4. Identifikasi Tindakan Segera
Rujuk pasien dan kolaborsi dengna dokter
5. Perencanaan
- abortus imminens
·
tirah baring secara total
·
bila perdarahan:
Ø berhenti: lakukan asuhan
antenatal terjadual dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi
Ø terus berlangsung:
nilai kondisi janin (USG)
- abortus insipiens
·
lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
- Abortus inkomplit
·
Tentukan besar uterus
·
Hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran
sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi
perdarahan:
·
Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik
profilaksis
·
Bila terjadi infeksi antibiotik
·
Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16
minggu segera lakukan evakuasi dengan AVM ( Aspirasi Vakum Manual )
·
Bila pasientampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per
hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat)
- Abortus komplit
·
Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet
ergometrin 3x1 tablet/ hari untuk 3 hari
·
Apabila pasien mengalami anemia sedang, anjurkan Fe 600
mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi
·
Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi perlu diberi
antibiotik, atau apabila kawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik
profikaksis.
- Missed Abortion
Berikan obat dengan
maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, jika
tidak berhasil dapat dilakukan histerotomia anterior. Hendaknya pada penderita
juga diberikan tonika dan antibiotik.
- Abortus Habitualis
Pengobatan pada
kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada sesudahnya
6. Pelaksanaan
Sesuai dengan perencanaan
7. Evaluasi
Sesuai dengan hasil dari pelaksanaan
Referensi
1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi
kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta , 1992, Hal. 323-334.
2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan
luar kandungan/page:1-4
3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi
kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.
4.
www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
5.
Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
6.
Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar