Selasa, 28 Mei 2013

Komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta penangannya

                                             PERDARAHAN POST PARTUM

A.    PENGERTIAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.

B.     TAHAPAN
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
1.      Perdarahan post partum primer ( early postpartum haemorarage) yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir
2.      perdarahan post partum sekunder ( late post partum haemorrage) yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

C.     MACAM-MACAM
1.      Perdarahan post partum primer, terdiri atas :
a.       retensio plasenta
b.      atonia uteri
c.       perlukaan jalan lahir
d.      inversio uteri
e.       kelainan pembekuan darah : solusio plasenta, pre-eklampsi dan eklampsi
2.      Perdarahan post partum sekunder, terdiri atas :
a.       Infeksi ( endometritis, metritis )
b.      perdarahan sekunder karena sisa plasenta

D.    PENGELOLAAN UMUM
  1. Selalu siapkan tindakan gawat darurat
  2. Tata laksana persalinan kala III secara aktif
  3. Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
  4. Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu
  5. Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
  6. Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
  7. Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan

E.     PENANGANAN BERDASARKAN PENYEBAB
Penanganan pada kejadian postpartum primer :
1.      Retensio plasenta dan sisa plasenta
a.      Pengertian
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sebab-sebabnya adalah :
1)      Placenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi : a). placenta adhesiva, yang melekat pada desidia endometrium lebih dalam, b), placenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidia sampai ke miometrium, c), placenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus ke serosa; serta d), placenta perkreta, yang menembus sampai ke serosa atau peritoneum dinding rahim
2)      Placenta sudah lepas tatapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan banyak.  Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi placenta keluar ( placenta inkarserata )
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Placenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus kosong
b.      Penanganan
Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual. Placenta Manual adalah tindakan untuk melenas placenta secara manual ( menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
Persiapan
1)      Pasang set dan cairan infus, berikan garam fisiologik atau cairan ringer laktat 60 tetes/menit
2)      Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan ( persetujuan tindakan medis)
3)      Laukan anestesi verbal atau berikan sedativa dan analgetika
4)      Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
5)      Pastikan kandung kemih dalam keaadaan kosong
6)      Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
7)      Secara obstetrik, masukan tangan lainnya ( punggung tangan menghadap kebawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
8)      Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lalin untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri
9)      Sambil menahan fundus uteri, masukan tanga dalam hingga ke kavum uteri seingga mencapai tempat implantasi plasenta
10)  Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam ( ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari jari lain saling merapat
Melepas plasenta dari dinding uteru
11)  Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a)      Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap kebawah ( posterior ibu )
b)      Bila korpus depan maka pindahkan tangan kesebelah atas tal pusat dan sisipkan ujung jari jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas ( anterior ibu )
12)  Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uteru maka perluas pelepasan plaenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambl digeserkan ke atas ( kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dindin uterus
Catatatan :
a)      bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukan plasenta inkreta ( tertanam dalam miometrium
b)      Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikannlah pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta.  Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi utero tonika tambahan ( misoprostol 600 mcg per rektal ) sebelu dirujuk ke fasilitas rujukan
Mengeluarkan Plasenta
13)  Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri lakuakan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
14)  Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis( tahan segmen bawah uteru) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat tangan dalam membawa plasenta keluar ( hindari terjadinya percikan darah)
15)  Lakukan penekanan ( dengan tanga yang menahan surpra simfisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah yang telah disediakan
Pencegahan infeksi pascatindakan
16)  Dekontaminasi sarung tangan ( sebelum dilepaskan 0 dan peralatan lain yang digunakan
17)  Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
18)  Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
19)  Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
Pemantauaan pascatindakan
20)  Periksa kembali tanda vital ibu
21)  Catat kondisi ibu dan buat laboran
22)  Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang maíz diperlukan dan asuhan lanjutan
23)  Britahuakan pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu maíz memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
24)  Lanjutan pemantauan ibu ingá 2 jam pasca indagan sebelum pindah ke ruang rawat gabung

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan kompresi bimanual uterus interna dan disuntikkan oksitosin 10 IU IM atau Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke rumah sakit.











Gambar .Pelepasan plasenta secara manual dan kompresi bimanual

Sisa placenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Penanganan
1)      Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2)      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3)      Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

2.      Atonia uteri
  1. Pengertian
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
1)      Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada : polihidramnion , kehamilan kembar ,makrosomi
2)      Persalinan lama
3)      Persalinan terlalu cepat
4)      Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5)      Infeksi intrapartum
6)      Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.
  1. Penanganan
Langkah dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif.
BAGAN PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI
 

























Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan
No.
Langkah
Keterangan
1.
Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan
Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilaku-kan penilaian kontraksi uterus
2.
Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah.
Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
3.
Mulai lakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit
Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain s
4.
Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
5.
Berikan Metil ergometrin 0,2 mg intramuskular/ intra vena
Metil ergometrin yang diberikan secara intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
Pemberian intravena bila sudah terpasang infus sebelumnya
6.
Berikan infus cairan larutan Ringer laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc
Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
7.
Mulai lagi kompresi bimanual interna atau
Pasang tampon uterovagina
Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit
8.
Buat persiapan untuk merujuk segera
Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah
9.
Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan
Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi.
10.
Lakukan laparotomi :
Pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau histerektomi
Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan.

Kompresi Bimanual Internal
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.

Kompresi Bimanual Eksternal
Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.


3.      Perlukaan jalan lahir
  1. Pengertian
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
 Perlukaan jalan terdiri dari:
1)      Robekan Perineum
2)      Robekan serviks
3)      Ruptura uteri


Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I   : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
                          mengenai kulit perineum
Tingkat II  : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
  tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III            : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV            : robekan sampai mukosa rektum

Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks

  1. Penanganan
1).  Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
a). Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
b). Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
c). Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
d). Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
2).  Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 2.3). Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.









 










A. Jahitan pertama dimulai dari puncak robekan pada serviks

B. Sebagian robekan serviks setelah dijahit

Gambar 3.3 Teknik menjahit robekan serviks

4.      Inversio uteri
a.      Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri ( Mochtar R, hal 304)
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan.  Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya, tarikan tali pusat yang berlebihan.  Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra abdominal yang tinggi.  Yang karena tindakan dapat disebabkan cara Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan pada dinding rahim
b.      Penanganan
1)      bila terjadi perdarahan atau syok, berikan infus dan tranfusi darah serta perbaikan keadaan umum
2)      segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa ( berikan petidin 1mb/kg BB IM atau IV)
3)      Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif
4)      Berikan antibiotika profilaksis dosis unggal setelah mereposisi uterus : ampisilin 2g IV DITAMBAH metronidasol 500 mg IV, ATAU sefazolin 1g IV DITAMBAH metronidasol 500mg IV )

Penanganan pada kejadian post partum sekunder :
1.      jika terjadi anemia berat ( HB < 8 g/dl  atau hematokrit < 20% ), siapkan tranfusi dan berikan tablet besi oral ( sulfas ferosus 600mg atau ferous fumarat 120mg)  dan asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selam 6 bulan
2.      Jika terdapat tanda tanda infeksi ( demam sekret vagina yang berbau) berikan antibiotika untuk metritis sampai ibu bebas demam selama 48 jam (
3.      berikan oksitosin 10 IU IM
4.      Jika serviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi manual untuk mengeluarkan bekuan bekuan besar dan sisa plasenta.  Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik serua dengan teknik yang digunakan untuk mengekuarkan plasenta yang tidak keluar
5.       jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual
6.      pada kasus yang lebih jarang, jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan ligasi arteri uterina atau utero ovarika atau histerektomi
7.      Lakukan pemeriksaaan histologi dri jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika memungkinkan, unuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas

F.     DIAGNOSIS
GEJALA DAN TANDA
TANDA DAN GEJALA LAIN
DIAGNOSIS KERJA

Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan segera setelah anak lahir ( P3)
Syok
Bekukan darah pada serviks atau posis terlentang akan menghambat aliran darah ke luar
Atonia uteri

Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir ( P3)
Uterus kontraksi dan keras
Plasenta lengkap
Pucat
Lemah
Menggigil
Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30 menit
Perdarahan segera (P3)
Uterus berkontraksi dan keras
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
Perdarahan segera (P3)
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian plasenta atau ketuban

Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi masa
Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir)
Perdarahan segera (P3)
Neurogenik syok
Pucat dan limbung
Inversio uteri

Sub-involusi uterus
Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus
Perdarahan  (bervariasi)
Lokhia mukopurulen dan berbau
Perdarahan post partum sekunder (P2S)
Anemia
Demam
Endometristis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)


Perdarahan segera (P3)
Nyeri perut berat
Syok
Nyeri tekan perut
Denyut nadi cepat
Ruptur uteri
Catatan :
 ( P3) : perdarahan post partum primer
 (P2S) : perdarahan postpartum sekunder

     REFERENSI

Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta : EGC

Saifuddin Abdul bari.2002. Buku anduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP


Depkes RI. 2008. Pelatihan Klinik APN- Buku Acuan Peserta. Jakarta : JNPK-KR